Setelah terjadi bencana, banyak sekali puing bangunan, batang pohon, perkakas, sampah, bahkan limbah berserakan di semua tempat. Pengelolaan limbah dan sampah sangat krusial dan butuh usaha besar di waktu tersebut.
Namun, pernahkah anda bertanya kemana perginya semua sampah dan limbah pasca bencana alam?
Bencana dapat menimbulkan kerusakan parah dan menghasilkan sampah juga limbah dalam jumlah besar. Sampah ini terdiri dari puing bangunan, batang pohon, sampah rumah tangga, dan bahan berbahaya lainnya. Penanganan limbah yang tidak tepat dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Sistem pembersihan limbah pasca bencana alam di Indonesia terbagi dalam beberapa tahapan:
- Penanggulangan darurat
- Pembersihan awal
- Pembersihan lanjutan.
Siapa yang berkewajiban membersihkan puing-puing tersebut?
Penanggung jawab utama adalah BNPB, BPBD, KLHK, Satuan Tugas Bencana, dan bantuan masyarakat.
Untuk instansi pemerintah sendiri, mereka tidak sembarangan mengambil benda-benda tersebut karena harus meminta izin kepada masyarakat setempat.
Pengelolaan Sampah Bencana Alam
Puing-puing bangunan pasca bencana memang semestinya disingkirkan secepat mungkin, apalagi jika menutupi akses jalan ke lokasi. Pemerintah setempat sudah sepatutnya menyingkirkan puing yang menghalangi jalan guna mempermudah akses bantuan ke lokasi bencana.
Berdasarkan data dari Peneliti Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan bahwa semua benda tersebut tak semuanya menjadi sampah, ada juga yang bisa didaur ulang dengan pengelolaan limbah dan sampah yang baik.
Apa contoh dari benda yang masih bisa didaur ulang?
- Beton
- Dinding
- Tembok pasangan bata
- Kayu
- Batu
- Logam dan sejenisnya
Untuk bahan organik, material tersebut akan dikumpulkan berkelompok secara manual, kemudian dihancurkan dengan mesin menjadi serpihan kecil.
Selanjutnya diolah Kembali menjadi material baru. Material daur ulang ini bisa digunakan Kembali sebagai dinding ataupun sekat ruangan.
Sedangkan non-organic dihancurkan dengan crusher menjadi butiran pasir yang kemudian diayak. Material ini bisa digunakan kembali sebagai agregat bahan bangunan baru seperti paving block, konblok atau bata beton.
Bencana alam besar dapat menghasilkan jutaan ton limbah, membuat proses pembersihan rumit, perlu banyak pekerja dan tentu saja anggaran yang besar.
Pengelolaan Sampah Puing
Secara umum, pengelolaan sampah puing di negara-negara maju berfokus pada tiga prinsip: reuse, recovery, dan recycling (3R), dan landfilling.
- Reuse: Memanfaatkan kembali material yang masih bisa diperbaiki, seperti furnitur.
- Recovery: Mengambil material berharga dari puing, seperti rangka baja pada bangunan. Material hasil recovery ini kemudian menjadi bahan baku untuk recycling.
- Recycling: Mendaur ulang material puing menjadi produk baru, seperti beton, kayu, aspal, dan logam.
- Landfilling: Membuang puing di tempat pembuangan akhir (TPA) yang khusus diperuntukkan untuk sampah puing.
Proses Pengolahan Sampah Puing
- Pembersihan Awal – Sampah puing yang menutup jalan dibersihkan terlebih dahulu dan ditumpuk di area penumpukan sementara.
- Pembersihan Puing Bangunan – Puing bangunan dipilah dan dibuang di TPA.
- Pemrosesan Puing Organik – Sampah puing organik seperti kayu dibakar di lubang besar yang digali di tanah.
- Pemrosesan Puing Beton – Puing beton dihancurkan dan diayak. Material hasil ayakan dapat digunakan sebagai agregat bangunan baru, bantalan jalan, koral, atau bahan baku lainnya.
- Pemrosesan Puing Kayu – Puing kayu dipisahkan, dihancurkan, dan diayak. Serpihan kayu dapat digunakan untuk mulsa, bahan bakar boiler, particle board, dan penutup landfill.
- Pemrosesan Puing Aspal – Puing aspal dihancurkan dan diayak. Material bekas bongkaran aspal dapat digunakan sebagai bantalan konstruksi jalan atau bahan campuran untuk membangun trotoar baru.
- Pemrosesan Puing Logam – Logam dipisahkan dan dijual ke industri daur ulang.
Pengelolaan sampah puing harus diintegrasikan dengan rencana pembangunan di bidang pengelolaan sampah kota secara keseluruhan.
Upaya pencegahan bencana, seperti pembangunan infrastruktur yang tahan gempa dan edukasi masyarakat, dapat membantu mengurangi jumlah sampah puing yang dihasilkan.
Tidak hanya rumah masyarakat yang terkena dampak bencana, industripun tak luput dari itu. Jika sudah demikian maka selain puing bangunan, pencemaran limbah industri bisa mengancam kesehatan.
Pengelolaan sampah puing bangunan tentu sedikit berbeda dengan pengelolaan limbah. Lho, bukannya sama? Memang sampah dan limbah sering digunakan secara bergantian, padahal keduanya memiliki definisi dan pengelolaan yang berbeda.
Beda Sampah dengan Limbah
Gampangnya, sampah dihasilkan di lingkungan rumah tangga, sedangkan limbah berasal dari lingkungan industri.
Pengertian resminya, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam. Manusia dan alam sama-sama bisa menghasilkan sampah.
Contohnya: Daun kering, sisa makanan, bungkus plastik, botol bekas, kertas, kaleng, dan lain sebagainya.
Limbah adalah sisa suatau usaha atau kegiatan di lingkungan industri. Ada limbah yang tak bisa didaur ulang dan ada yang masih bisa dimanfaatkan kembali.
Contohnya: Air limbah industri, emisi gas buang kendaraan, limbah medis, limbah elektronik, dan lain sebagainya.
Perbedaan utama antara sampah dan limbah terletak pada definisi dan pengelolaannya. Sampah umumnya tidak bernilai ekonomis dan diolah di TPA, sedangkan limbah bernilai ekonomis atau berpotensi menimbulkan pencemaran dan diolah di PL.
Penting untuk dicatat bahwa metode pengelolaan limbah yang tepat akan tergantung pada jenis limbah, karakteristiknya, dan peraturan yang berlaku di wilayah setempat.
Bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan angin puting beliung, membawa tragedi dan kerusakan yang luar biasa. Di tengah kesibukan pemulihan dan penyelamatan, pengelolaan sampah puing menjadi tantangan besar yang tidak boleh diabaikan.
Artikel ini telah membahas berbagai aspek pengelolaan sampah puing, mulai dari strategi 3R (Reuse, Recovery, Recycle) dan landfilling yang terencana hingga pentingnya integrasi dengan pengelolaan sampah kota dan upaya pencegahan bencana.