Don't Show Again Yes, I would!

Pengertian Filsafat Ilmu Secara Bahasa dan Istilah

Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu yang mengkaji pengertian, sifat, dan ruang lingkup filsafat ilmu itu sendiri. Kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia memiliki padanan dalam berbagai bahasa, seperti “philophobia” dalam bahasa Latin, “philosophy” dalam bahasa Inggris, “philosophic” dalam bahasa Jerman, dan sebagainya. Bahasa Arab menggunakan istilah “falsafah,” dan semua istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu “filosofia.”

pengertian filsafat ilmu

Filosofia, berasal dari kata “philen” yang berarti mencintai, “philos” yang berarti teman atau sahabat, dan “sophos” yang berarti bijaksana.

Makna Filsafat Secara Etimologis

Secara etimologis, filsafat memiliki dua makna yang sedikit berbeda. Pertama, jika merujuk pada asal kata “philen” dan “sophos,” maka artinya mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana. Kedua, jika merujuk pada asal kata “philos” dan “sophia“, maka artinya adalah teman, sahabat, atau pencinta kebijaksanaan.

Love of wisdom yang artinya cinta akan kebijaksanaan.

Filsafat mencakup usaha manusia untuk memahami hakikat keberadaan, nilai-nilai, pengetahuan, dan prinsip-prinsip dasar yang membimbing pikiran manusia.

Sejarah Filsafat Singkat

Sejarah filsafat merupakan perjalanan panjang perkembangan pemikiran manusia dalam upaya memahami dan merenungkan berbagai aspek kehidupan serta hakikat keberadaan. Berikut adalah sejarah singkat filsafat:

1. Filsafat Kuno

  • Filsafat Pra-Sokratik (sekitar abad ke-6 hingga ke-5 SM): Fase awal filsafat dengan tokoh-tokoh seperti Thales, Anaximander, dan Heraclitus yang mencoba menjelaskan prinsip dasar alam semesta.
  • Filsafat Klasik Yunani (sekitar abad ke-5 hingga ke-4 SM): Periode emas filsafat dengan Socrates, Plato, dan Aristotle. Plato menciptakan akademi di Athena, sementara Aristotle mengembangkan logika dan etika.

2. Filsafat Helenistik (sekitar abad ke-4 hingga ke-1 SM)

  • Setelah kematian Alexander the Great, muncul aliran-aliran seperti Stoicism, Epicureanism, dan Skepticism.

3. Filsafat Abad Pertengahan (sekitar abad ke-5 hingga ke-15)

  • Dipengaruhi oleh pemikiran Kristen dan Islam, terjadi perpaduan filsafat dengan teologi. Tokoh-tokoh seperti Augustine, Thomas Aquinas, dan Avicenna memainkan peran penting.

4. Renaisans dan Periode Pencerahan (abad ke-15 hingga ke-18)

  • Pemulihan minat terhadap karya-karya klasik, perkembangan ilmu pengetahuan, dan pemikiran rasional. Tokoh-tokoh seperti Descartes, Locke, dan Voltaire muncul.

5. Filsafat Modern (abad ke-17 hingga ke-19)

  • Berkembang pesat dengan rasionalisme (Descartes, Leibniz), empirisme (Locke, Hume), dan idealisme (Kant, Hegel).

6. Filsafat Kontemporer (abad ke-20 hingga sekarang)

  • Muncul berbagai aliran seperti eksistensialisme (Sartre, Camus), positivisme (Logical Positivism), dan analisis bahasa (Wittgenstein).
    Pengaruh besar dari peristiwa-peristiwa sejarah seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Revolusi Ilmiah.

Sejarah filsafat terus berkembang seiring waktu, melibatkan kontribusi berbagai tokoh dari berbagai budaya dan tradisi pemikiran. Filsafat terus menjadi wadah refleksi manusia terhadap dunia dan eksistensinya.

Adanya Pythagoras dan Sokrates menjadi penting dalam perkembangan filsafat. Mereka berprotes terhadap kaum terpelajar pada masanya yang menyebut diri mereka bijaksana, padahal kebijaksanaan mereka hanya semu. Sokrates lebih suka menyebut dirinya sebagai pencinta kebijaksanaan, menolak menyatakan bahwa ia telah memilikinya, karena dalam filsafat, seseorang tidak pernah selesai belajar selama hidupnya.

Sejarah mencatat bahwa Pythagoras, yang hidup sekitar 572-497 SM, pertama kali menggunakan kata “philosophia” ketika ditanya apakah ia bijaksana? Dengan rendah hati, Pythagoras menyebut dirinya sebagai “philosophos,” pencinta kebijaksanaan atau “love of Wisdom.”

Makna ‘Sophia’ dalam Filsafat

Pengertian “Sophia” memiliki arti lebih luas daripada kebijaksanaan. Sophia mencakup kerajinan, kebenaran, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat, dan kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian, filsafat bermakna mencari keutamaan mental dan mempelajari hakikat kebenaran segala sesuatu.

Filsafat, dalam konsep praktisnya, dapat diartikan sebagai alam pikiran atau berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Meskipun semua manusia berpikir, tidak semua berpikir secara filsafat. Filsuf adalah mereka yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.

Muhammad Hatta mengemukakan bahwa pengertian filsafat akan lebih baik dipahami setelah seseorang membaca atau mempelajari filsafat secara mendalam. Filsafat merupakan hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan kebenaran dengan sedalam-dalamnya, menjadikannya ilmu yang mempelajari hakikat kebenaran segala sesuatu.

Dalam bahasa Yunani, kata “filosofia” merupakan kata majemuk yang terdiri atas “Pilhos” dan “Sophia”. “Pilhos” artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu, lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu. “Sophia” artinya kebijakan dan mengandung arti juga pandai pengertian yang mendalam.

Jadi, menurut namanya saja, filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai cinta pada kebijakan. Bicara tentang filsafat sebagai ilmu, dikatakan filsafat sebagai ilmu karena dalam pengertian filsafat terkandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu Bagaimanakah, Mengapa, Ke manakah, dan Apakah. Pertanyaan “Bagaimana” menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indra. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif atau penggambaran.

Arti Filsafat dalam Berpikir Mendalam

Pertanyaan “Mengapa” menanyakan tentang sebab atau asal mula sebuah objek, dan jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas atau sebab akibat. Pertanyaan “Ke manakah” menanyakan tentang apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pertama, pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang atau kebiasaan, yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman.

Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini, tidak dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai atau hukum sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan.

Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban “Kemanakah” adalah pengetahuan yang bersifat normatif. Pertanyaan “Apakah” menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam atau radix dan tidak lagi bersifat empiris, sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal, dan abstrak.

Dengan demikian, ilmu-ilmu selain filsafat bergerak dari tidak tahu menjadi tahu, sedangkan ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu kepada tahu, selanjutnya kepada hakikat. Untuk mencari atau memperoleh pengetahuan hakikat haruslah dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan sifat-sifat yang tidak harus ada atau aksidesia.

Sehingga akhirnya tinggal keadaan atau sifat yang harus ada atau mutlak, yaitu substansial. Maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya. Filsafat sebagai cara berpikir dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam, sampai kepada hakikat, atau berpikir secara global, menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan.

Berpikir yang seperti itu sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat, benar, serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan yang pertama, harus sistematis. Pemikiran yang sistematis ini maksudnya adalah untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematika pemikiran adalah masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.

Berpikir Sistematis Layaknya Filsuf

Sistematika pemikiran seorang filsuf banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi. Yang kedua, harus konsepsional secara umum. Istilah konsepsional ini berkaitan dengan ide atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan realnya.

Sehingga maksud dari konsepsional ini sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi atau jelas. Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya. Yang ketiga, harus koheren. Koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren atau runtuh di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu uraian yang didalamnya tidak memuat kebenaran logis, maka uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren.

Yang keempat, harus rasional. Rasional dalam arti unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaidah berpikir atau logika. Yang kelima, harus sinoptik. Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal yang menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.

Yang keenam, harus mengarah kepada pandangan dunia. Yang dimaksud adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan hidup dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya. Sedangkan berbicara filsafat ilmu, jadi cabang filsafat yang membahas masalah ilmu. Ia adalah filsafat ilmu, tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh.

Jadi, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Pengetahuan ilmiah yang dimaksud di sini bukanlah sekadar pengetahuan sehari-hari atau pengetahuan kebanyakan orang. Tetapi yang dimaksud adalah pengetahuan yang diperoleh secara sistematis dan dihimpun secara ilmiah, sehingga pengetahuan tersebut mempunyai nilai kepastian atau kebenaran. Dalam hal ini, filsafat ilmu adalah suatu cabang filsafat yang mendalami mengenai hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu dapat diperoleh.

Lebih lanjut lagi, filsafat ilmu mempunyai tiga jenis pertanyaan. Pertama, mengenai status epistemologis, yakni tentang hubungan antara keilmuan dengan ilmu pengetahuan. Pertanyaan ini mencakup unsur-unsur yang bersifat etika ilmu dan etika keilmuan. Kedua, mengenai pertanyaan-pertanyaan yang bersifat logika ilmu, yakni tentang hubungan antara konsep-konsep, definisi-definisi, dan teori-teori di dalam ilmu pengetahuan. Ketiga, mengenai etika ilmu pengetahuan.

Dalam hubungan ini, filsafat ilmu berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menyelidiki unsur-unsur yang terdapat di dalam keilmuan. Unsur-unsur tersebut meliputi unsur-unsur ilmiah atau unsur-unsur pengetahuan yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan. Unsur-unsur ilmiah atau unsur-unsur pengetahuan yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan tersebut meliputi unsur-unsur formal dan unsur-unsur material. Unsur-unsur formal dalam hubungan ini, filsafat ilmu berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat logika ilmu.

Yang dimaksud unsur-unsur formal adalah unsur-unsur yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan, seperti teori, konsep, definisi, hukum, dan lain sebagainya. Unsur-unsur material dalam hubungan ini, filsafat ilmu berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat logika ilmu. Yang dimaksud unsur-unsur material adalah unsur-unsur yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan, seperti fakta, data, metode penelitian, teknik, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, berbicara tentang filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat, maka filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat dan sifat-sifat ilmu pengetahuan. Jadi, filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Apakah filsafat itu sendiri adalah ilmu ataukah bukan adalah suatu hal yang sering menimbulkan perdebatan. Tergantung dari sudut pandang dan definisi yang dipakai.

Sebagian orang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu, karena ia mempunyai metode khusus untuk mencari kebenaran. Sementara itu, sebagian orang lain berpendapat bahwa filsafat bukanlah ilmu, karena ia tidak memiliki objek yang dapat diteliti secara konkret dan tidak dapat memberikan pengetahuan yang pasti dan pasti. Namun, apapun pandangan tersebut, filsafat tetap memiliki peran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Filsafat Ilmu dan Perkembangannya

Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang menggali pengetahuan tentang ilmu itu sendiri, mencakup kebijaksanaan, prinsip-prinsip pencarian kebenaran, dan pemikiran rasional-logis. Asal-usul kata ini berasal dari bahasa Yunani, yakni “Philos” yang berarti cinta, dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Dalam perkembangannya, filsafat ilmu mengalami transformasi dan terkait erat dengan pergeseran fokus ilmu spesialis.

Filsafat Ilmu dalam Konteks Pengetahuan

Pada awalnya, filsafat identik dengan pengetahuan, baik itu teoretik maupun praktik. Namun, seiring berjalannya waktu, ilmu-ilmu khusus mulai menemukan identitasnya sendiri, memisahkan diri dari kerangka filsafat. Ini terjadi secara cepat pada ilmu-ilmu eksakta, diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti ekonomi, sosiologi, dan sejarah.

Penggolongan Pengetahuan Menurut Jujun S. Suriasumanteri

Menurut Jujun S. Suriasumanteri, pengetahuan dapat digolongkan menjadi tiga kategori umum: etika/agama (yang berkaitan dengan baik dan buruk), estetika/seni (yang berkaitan dengan indah dan jelek), dan logika/ilmu (yang berkaitan dengan benar dan salah). Ilmu sendiri mencoba memahami alam sebagaimana adanya, memberikan penjelasan subjektif, dan memberikan makna objek yang diungkapkan.

Hubungan antara Ilmu, Seni, dan Agama

Ilmu, seni, dan agama memiliki peran masing-masing dalam pengetahuan manusia. Ilmu berusaha menjelaskan rahasia alam dan meramalkan gejala alam, sementara seni tetap bersifat individual dan personal. Agama, dalam konteks tertentu, bersifat transendental di luar batas pengalaman manusia. Namun, sejalan dengan perkembangan, garis batas di antara ketiganya semakin kabur.

Filsafat Ilmu: Penyelidikan tentang Pengetahuan Ilmiah

Filsafat ilmu merupakan penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Ini berkaitan erat dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang menyelidiki syarat-syarat, bentuk-bentuk pengalaman manusia, logika, dan metodologi. Empat titik pandang utama dalam filsafat ilmu melibatkan perumusan world-view, eksposisi presuposisi ilmuwan, analisis konsep dan teori ilmiah, serta menjadi patokan tingkat kedua dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis.

Perkembangan Ilmu dalam Konteks Sejarah dan Kebudayaan

Pada masa renaissance dan aufklarung, ilmu memperoleh kemandiriannya. Ini membawa dampak besar, tidak hanya terbatas pada batasan antara ilmu dasar dan ilmu terapan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan etika dan moral. Filsafat ilmu berkembang seiring dengan perkembangan filsafat pengetahuan, melibatkan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang karakteristik ilmiah, kondisi penelitian alam, dan status kognitif prinsip-prinsip ilmiah.

Filsafat ilmu bukan hanya sekadar pengetahuan tentang ilmu, tetapi juga merangkum aspek etika, metodologi, dan pengembangan ilmu secara menyeluruh. Dengan menggali hakikat pengetahuan ilmiah, filsafat ilmu memberikan kontribusi penting dalam membimbing manusia menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia di sekitarnya. Seiring dengan perkembangan zaman, filsafat ilmu terus berkembang, menjawab tantangan-tantangan baru yang muncul dalam era pengetahuan yang semakin maju.

Filsafat ilmu mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis tentang hakikat ilmu pengetahuan, sifat-sifatnya, dan cara memperoleh pengetahuan yang sah dan benar. Oleh karena itu, meskipun filsafat ilmu mungkin tidak memiliki metode penelitian empiris yang sama seperti ilmu pengetahuan alam atau sosial, namun ia tetap berperan dalam memberikan landasan konseptual dan refleksi kritis terhadap ilmu pengetahuan secara umum.

Menggali Nilai-nilai dalam Kemasan Fakta

Pengetahuan ilmiah mencakup fakta-fakta yang berkaitan dengan nilai-nilai, seperti moral, etika, estetika, agama, dan sosial. Nilai dalam konteks ini adalah kualitas abstrak yang melekat pada suatu hal. Filsafat kritis mengenai konsep dan arti-arti yang sering diterima begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan kritis. Bersifat sinopsis, filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan dan menghasilkan pertanyaan baru yang saling berhubungan setelah persoalan dijawab.

Berpikir ke filsafat memiliki karakteristik unik, termasuk kekritisan, universalitas, konseptualitas, koherensi, konsistensi, sistematik, komprehensif, dan kebebasan. Filsafat mendorong pemikiran hingga ke akar-akarnya, menyangkut pengalaman umum manusia, dan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.

Metode ilmiah, sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, memiliki langkah-langkah yang mencakup observasi, perumusan masalah, pengumpulan informasi ilmiah, penyusunan kerangka berpikir, pembuatan hipotesis, pengujian hipotesis, pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif dan induktif.

Filsafat memainkan peran penting sebagai induk ilmu-ilmu khusus, meskipun ilmu-ilmu tersebut berkembang dan memisahkan diri dari filsafat. Cabang-cabang filsafat mencakup metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat khusus lainnya seperti filsafat agama, manusia, hukum, sejarah, alam, pendidikan, dan komunikasi.

Manfaat Mempelajari Filsafat: Dari Pemikiran Kritis hingga Keterkaitan Ilmu

Filsafat memiliki tujuan untuk mencari hakikat kebenaran, baik dalam konteks logika, etika, maupun metafisika. Filsafat juga memberikan manfaat dalam membentuk kepribadian, melatih berpikir serius, memecahkan masalah, menghindari akusentrisme, membuka wawasan, dan memberikan dasar etika bagi kehidupan.

Manfaat mempelajari filsafat antara lain melatih berpikir serius, memahami filsafat, menjadi ahli filsafat, dan menjadi warga negara yang baik. Filsafat membantu membimbing dunia baru, mencetak manusia yang memahami nilai-nilai, dan mengajarkan cara hidup yang sesuai dengan pemahaman dan kebijaksanaan. Filsafat juga membantu mengeksplorasi kebenaran dan memberikan dasar bagi kehidupan sehari-hari serta ilmu pengetahuan lainnya.

Filsafat ilmu menekankan pentingnya keterbukaan dan kritis terhadap ilmu pengetahuan. Metode ilmiah dalam filsafat ilmu digunakan untuk menguji penalaran ilmiah, merefleksi dan mengkritik asumsi serta metode keilmuan, serta memberikan landasan logis pada metode ilmiah yang dikembangkan. Filsafat ilmu juga membantu menghindarkan sikap arogansi intelektual dan menjaga keterbukaan di kalangan ilmuwan.

Dengan demikian, mempelajari filsafat memiliki manfaat yang signifikan dalam membentuk pemikiran kritis, pemahaman nilai, dan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Implikasi Mempelajari Filsafat Ilmu

Nah, implikasi mempelajari filsafat ilmu pertama bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat. Ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar. Demikian pula, seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian, antara ilmu yang satu dengan lainnya saling menyapa, dan dimungkinkan terjalinnya kerjasama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.

Yang kedua, menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir menara Gading, yaitu hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal, setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan.

Nah, bicara tentang ruang lingkup filsafat, kita telah mengetahui bahwa filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Tetapi, dalam perkembangannya, ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, yaitu filsafat. Dalam sejarah ilmu, yang mula-mula melepaskan diri dari filsafat adalah Matematika dan Amerika pada zaman Renaissance, abad ke-16 Masehi. Kemudian, diikuti oleh ilmu-ilmu lainnya untuk memisahkan diri dari induknya.

Namun, karena filsafat sebagai induk dari ilmu-ilmu lainnya, pengaruhnya sampai saat ini masih terasa. Seperti orang yang memperoleh Doktor dalam ilmu fisika, Psikologi, dan sebagainya, diberi gelar “peach di dokter opilosofi”, padahal seharusnya hanya digunakan untuk materi filsafat saja. Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata filsafat tidak mati, tetapi hidup dengan corak tersendiri, yaitu sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.

Tokoh-tokoh Filsafat Ilmu

Tokoh-tokoh Filsafat Ilmu

Pendekatan filsafat terhadap ilmu pengetahuan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan dan pemahaman manusia terhadap dunia di sekitarnya. Di dalam ranah filsafat ilmu, sejumlah tokoh cemerlang telah memberikan fondasi dan pandangan mendalam terkait sifat, tujuan, dan metode ilmiah. Melalui pemikiran-pemikiran mereka, paradigma ilmiah berkembang dan mengalami transformasi yang mendalam, membentuk landasan bagi ilmu pengetahuan modern.

Berikut adalah beberapa tokoh penting dalam filsafat ilmu:

Yunani Kuno

  • Thales of Miletus (624 – 546 SM): Filsuf pra-Sokrates yang dianggap sebagai salah satu orang bijak Tujuh Yunani. Dia dikreditkan dengan pertanyaan mendasar tentang sifat realitas.
  • Anaximander (610 – 546 SM): Seorang filsuf pra-Sokrates yang merupakan murid Thales. Dia terkenal karena idenya tentang apeiron, zat tak terbatas yang mendasari semua realitas.
  • Anaximenes (585 – 528 SM): Seorang filsuf pra-Sokrates yang merupakan murid Anaximander. Dia terkenal karena idenya bahwa udara adalah arche, atau bahan pertama, dari mana semua hal lain berasal.
  • Pythagoras (569 – 475 SM): Seorang filsuf dan matematikawan Yunani yang terkenal dengan teorema Pythagoras. Dia juga mendirikan sekolah Pythagoras, yang menekankan pentingnya matematika dan mistisisme.
  • Plato (428 – 348 SM): Seorang filsuf Yunani yang merupakan murid Socrates. Dia mendirikan Akademi di Athena, yang merupakan institusi pendidikan tinggi pertama di dunia Barat.
  • Aristotle (384 – 322 SM): Seorang filsuf Yunani yang merupakan murid Plato. Dia adalah seorang polymath yang memberikan kontribusi signifikan pada banyak bidang, termasuk logika, metafisika, fisika, biologi, etika, dan politik.

Modern

  • Francis Bacon (1561 – 1626): Seorang filsuf dan negarawan Inggris yang dianggap sebagai bapak metode ilmiah. Dia menekankan pentingnya observasi dan eksperimen dalam memperoleh pengetahuan.
  • René Descartes (1596 – 1650): Seorang filsuf Prancis yang terkenal dengan pernyataannya, “Saya pikir, oleh karena itu saya ada.” Dia dianggap sebagai bapak filsafat modern.
  • John Locke (1632 – 1704): Seorang filsuf Inggris yang terkenal dengan teorinya tentang tabula rasa, yang menyatakan bahwa pikiran manusia adalah batu tulis kosong saat lahir.
  • David Hume (1711 – 1776): Seorang filsuf Skotlandia yang terkenal dengan empirismenya, yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman.
  • Immanuel Kant (1724 – 1804): Seorang filsuf Jerman yang dianggap sebagai salah satu pemikir paling penting dalam sejarah modern. Dia memberikan kontribusi signifikan pada banyak bidang, termasuk epistemologi, metafisika, etika, dan estetika.

Ini hanya beberapa dari banyak tokoh penting dalam filsafat ilmu. Mempelajari pemikiran para filsuf ini dapat membantu kita untuk lebih memahami sifat pengetahuan dan bagaimana kita mengetahuinya.

Dari persoalan ini, kita beralih kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat. Bagi ilmu filsafat, biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda, sebagaimana pendapat Profesor Aburey Castle yang membagi masalah-masalah filsafat kepada 5 bagian:

  1. Teologi
  2. Metafisikal
  3. Epistel
  4. Etika
  5. Politik

Masalah teologis mencakup masalah-masalah keadaan seperti metafisika manusia dan alam. Selanjutnya, masalah-masalah pengetahuan atau teori mencakup teori pengetahuan dan logika. Sedangkan, masalah-masalah nilai mencakup etika, estetika, dan nilai yang berdasarkan agama.

Sebagai perbandingan, ada beberapa ahli filsafat yang membagi filsafat menjadi 7 bagian, yaitu etika, filsafat politik, metafisika, filsafat agama, teori pengetahuan, logika, dan filsafat kontemporer. Pembagian ini menunjukkan bahwa bahasan filsafat sangat luas cakupannya. Poin utama yang dituju adalah mencari hakikat kebenaran segala sesuatu, baik dalam berpikir (logika), tingkah laku (etika), maupun hakikat sesuatu yang ada di balik alam nyata (metafisika).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, mencakup metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, politik, dan filsafat khusus lainnya. Ini mencerminkan upaya manusia untuk memahami hakikat dan kebenaran di berbagai bidang kehidupan.

  • Filsafat sistematis terdiri dari metafisika, epistemologi, metodologi, logika, etika, dan estetika.
  • Filsafat khusus melibatkan filsafat seni, filsafat kebudayaan, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, filsafat hukum, filsafat budi, filsafat politik, filsafat agama, filsafat kehidupan, dan filsafat nilai.
  • Sedangkan, filsafat keilmuan terdiri dari filsafat matematika, filsafat ilmu, ilmu fisik, filsafat biologi, filsafat linguistik, filsafat psikologi, dan filsafat ilmu sosial.

Penyusunan menurut struktur secara menyeluruh dalam bidang filsafat ini, menurut The Liang Gie dalam studi filsafat, memahami secara baik paling tidak kita harus mempelajari 5 bidang pokok, yaitu metafisika, epistemologi, logika, etika, dan sejarah filsafat.

Berbicara tentang metafisika, ini merupakan cabang filsafat yang membicarakan prinsip-prinsip yang paling universal, sesuatu yang bersifat luar biasa atau Beyond Nature. Metafisika berusaha menyajikan pandangan komprehensif tentang segala sesuatu, termasuk persoalan-persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kemerdekaan, wujud Tuhan, kehidupan setelah mati, dan lainnya. Meskipun sulit dipahami, terutama bagi pemula, metafisika tetap menjadi bagian penting dalam filsafat.

Ketika berbicara tentang epistemologi, lazimnya disebut teori pengetahuan, yang secara umum membahas sumber-sumber karak listrik dan kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi atau teori pengetahuan ini erat kaitannya dengan persoalan metafisika. Bedanya, persoalan epistemologi berfokus pada asal pengetahuan (Origin), sumber-sumber pengetahuan, dan karakteristik pengetahuan. Apakah dunia Real di luar akal? Apabila ada, dapatkah diketahui? Persoalan ini mencoba membahas kebenaran, serta bagaimana membedakan antara kebenaran dan kekeliruan.

Sementara itu, bicara tentang logika, logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari asas, aturan, dan tata cara penalaran yang betul. Pada awalnya, logika sebagai pengetahuan rasional oleh Aristoteles disebutnya sebagai analytica, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli abad Tengah menjadi logika modern. Saat ini, logika bukan hanya bersifat filsafat tetapi juga bercorak teknis dan ilmiah, berkembang menjadi logika perlambang, logika kewajiban, logika ganda nilai, logika intuisionistik, dan berbagai sistem logika tidak baku.

Yang dimaksud etika, atau filsafat perilaku, sebagai satu cabang filsafat membicarakan tindakan manusia dengan menekankan yang baik dan yang buruk. Etika terbagi menjadi etika praktis yang menyangkut tindakan manusia dan etika normatif yang membahas baik buruknya tindakan. Etika, sebagai pengetahuan mengenai norma baik buruk dalam tindakan, mempertanyakan tindakan manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, dibedakan dengan tindakan buruk atau jahat yang dianggap tidak manusiawi. Etika lebih bersifat analitis daripada praktis, bekerja secara rasional.

Sementara berbicara tentang sejarah filsafat, ini adalah laporan peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran filsafat. Sejarah filsafat mencakup berbagai pemikiran mulai dari zaman Yunani hingga modern. Dengan mengetahui pemikiran para filsuf, kita dapat memahami berbagai pemikiran yang mengubah dunia, baik dalam hal ide-ide atau gagasan-gagasannya yang cemerlang.

Menurut The Liang Gie, lingkup filsafat ilmu dapat dijelaskan dengan pertama, telaah mengenai berbagai konsep praanggapan dan metode ilmu; kedua, analisis perluasan dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat; ketiga, telaah mengenai saling kait antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi teori alam semesta; serta keempat, telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas. Hubungan logika dan matematika dengan realitas, identitas teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan menjadi fokus dalam bidang filsafat ilmu ini.

Menurut Cornelius Benjamin, filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas, yaitu pertama, pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu; kedua, pembuktian konsep ilmiah; dan ketiga, pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah. Semua bidang ini mencakup soal-soal yang interdisipliner dalam filsafat ilmu, mulai dari konsep dasar hingga landasan empiris, rasional, atau pragmatis.

Terlepas dari pendapat-pendapat tersebut, pemahaman terhadap filsafat ilmu menjadi krusial untuk menggali makna dan hakikat pengetahuan ilmiah, sekaligus menjelajahi keterkaitannya dengan realitas dan kehidupan manusia secara mendalam.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *